Batik Priangan adalah istilah
yang digunakan untuk memberikan sebuah identitas pada berbagai ragam jenis
batikan yang dihasilkan dan berlangsung di daerah Priangan yang penduduknya
berbahasa dan berbudaya Sunda. Propinsi Jawa Barat adalah tempat tinggal
sebagaian besar masyarakat Sunda yang disebut Tatar Sunda atau Pasundan
(Rosidi, dalam Soegiarty, 2004, h.30) yang menjadi pusat dan wilayah kebudayaan
Sunda. Di wilayah ini terdapat suku Sunda yang merupakan salah satu etnik yang memiliki karakteristik
budaya khas Priangan.
Dilihat dari aspek geografisnya letak administrasi
wilayah,batik Priangan termasuk dalam batik pesisir dan juga mendapat pengaruh
dari daerah - daerah Sunda lainnya (Tity Soegiarty, 2008, h.2). Secara umum dapat
terlihat dari penataan warna dan motif ragam hiasnya. Batik Priangan adalah
tradisi seni kerajinan batik yang tumbuh di berbagai daerah pedalaman Jawa
Barat dan Banten, mulai dari Cianjur, Sukabumi, Bandung, Sumedang, Garut,
Tasikmalaya, dan Ciamis.
Batik Priangan umumnya tidak mengenal apa yang disebut motif larangan
karena motif dibuat semata-mata untuk kebutuhan sandang sehari-hari, yang
dikenakan sebagai sinjang(kain panjang), yang tidak terkait dengan ajaran agama
atau kepercayaan tertentu dan meskipun masyarakat Sunda mengenal golongan
menak(bangsawan) dan non bangsawan, tetapi dalam pandangan hidup mereka setiap
orang memiliki derajat yang sama sehingga tidak diperlukan pembedaan melalui
jenis motif.
I. Asal Kata Priangan
Kultur alam Priangan adalah daratan tinggi berbukit-bukit landai dan terkadang
juga tajam dengan lembah yang curam. Udaranya sejuk segar, pada zaman dahulu
bangsa Belanda memanfaatkan keadaan alam Priangan menjadi suatu daerah
perkebunan teh dan karet, hingga saat kini kita dapat menjumpai sisa-sisa
perkebunan yang membalut sebagian perbukitan alam Priangan.Parahyangan atau
Priangan, dalam bahasa Belanda "Preanger"mencakup
daerah Sunda di Jawa Barat diantaranya Cianjur, Sukabumi, Bandung, Sumedang,
Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis. Nama Priangan sendiri bermaknakan "warga
kahyangan" atau "tempat para dewa" yang berasal dari kata
"parahyangan". Dengan demikian kata priangan tersebut mengandung
makna simbolis yakni tempat tinggal para dewa, menunjukkan keindahan dan
kemolekan alam Tatar Sunda yang subur dan makmur. Nama ini lahir, berkembang,
dan mengalami berbagai reposisi makna sebagai apresiasi budaya dalam menghargai
keindahan fisik maupun non-fisik dari lingkungan alam dan masyarakat sunda
tentunya (Ken Atik,dkk,2010,h.5)
I.1.Ragam Hias Batik Priangan
Ragam hias pada batik Priangan umumnya bersifat naturalistis dan banyak
mengambil inspirasi penciptaan motif dari aneka peristiwa. Konsep penggambaran
komposisi motif ragam hias pada batik Priangan melambangkan keseimbangan antara
kedudukan Sang Pencipta, alam, dan manusia. Konsep tersebut lebih bersifat
simbolik dan mengandung makna filosofis yang mendalam. Banyak pengaruh dan
persilangan budaya dari sekitar daerah Priangan yang melatarbelakangi bentuk
dan warna pada ragam hias batik Priangan. Ragam hias pada batik ini
digolongkan menjadi beberapa kelompok, berikut adalah contoh beberapa
penerapan ragam hias pada batik Priangan diantaranyyaitu:
a.Geometris:Mempunyai unsur-unsur garis dan bangun bentuk seperti pada
motif Rereng,motif Parang, motif Lancah, motif Angkin
b.Nongeometris:Mempunyai pola dengan susunan yang tidak terukur seperti
pada motif Sekar Jagad, motif Akar, motif Alam Pangandaran, motif Awi
Ngarambat, motif Bangau Raya, motif Tanduk Menjangan
c. Aneka Peristiwa:Mempunyai unsur aneka peristiwa seperti pada motif Garut
Pajajaran, motif Nusantara
d. Flora dan Fauna:Mempunyai unsur pelengkap seperti flora dan fauna seperti
pada motif Kembang Wera, motif Lepaan, motif Merak Ngibing, motif Mojang
Priangan, motif Papangkah Cendrawasih, motif Terang Bulan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar